Tetangga di Kampung yang Merawat AC Masjidil Haram

Tetangga di Kampung yang Merawat AC Masjidil Haram

Ruangan Masjidil Haram yang sejuk, di tengah panasnya suhu kota Makkah, membuat ratusan ribu jamaah yang tak tahan panas ingin cepat-cepat memasuki ruangan masjid. Tapi, siapa yang menyangka kalau yang merawat AC masjid bersejarah itu adalah tetangga saya sendiri? \"\"BANYAK orang Indonesia yang bekerja di Arab Saudi. Tapi tidak banyak yang bekerja mengurusi Masjidil Haram di Kota Makkah. Lebih sedikit lagi yang bekerja sebagai mekanik di masjid yg bisa menampung ratusan ribu jemaah itu. Dari orang yang sedikit itu, ternyata ada seseorang yang sudah lama tidak terlihat di kampung saya, di Desa/Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon. \"Wis patang taun kita durung balik (sudah empat tahun belum pulang, red),\" kata Rasyid (40), yang bekerja sebagai mekanik di Masjidil Haram. Pekerjaan Rasyid adalah mengecek dan memperbaiki air conditioner (AC) yang ada di Masjidil Haram. Setiap hari dia harus keliling ruangan untuk mengecek kondisi AC-nya. Bila ada yang kurang dingin atau rusak, dia langsung memperbaikinya. \"Kasihan jamaah kalau AC ruangan tempat ibadahnya rusak, tidak nyaman. Karena sebetulnya tidak ada yang kuat dengan panasnya Kota Makkah. Apalagi bagi warga Indonesia, dan dalam kondisi berpuasa,” katanya. Suhu udara di Kota Makkah saat ini memang cukup menyengat. Siang hari bisa mencapai 47 derajat celcius. Malam hari turun menjadi 35 derajat celcius, atau seperti panasnya Cirebon di waktu siang. Sudah sebulan ini pekerjaan Rasyid sudah agak ringan. Ia sudah memiliki beberapa anak buah yang mengerjakan pekerjaannya dulu. Bapak satu anak ini sekarang hanya tinggal mengawasi dan mengajari. Makanya, dia punya banyak waktu untuk bercerita ketika saya menyambanginya di basecamp-nya, yakni di ruang bawah tanah (basement) Masjidil Haram. “Walaupun disediakan asrama, tapi saya jarang pulang, pilih tidur di sini,\" kata pria lulusan SD ini ketika menunjukkan tempat kerjanya. Menurut Rasyid, pengelolaan Masjidil Haram menjadi tanggung jawab Raja Arab Saudi. Urut-urutannya, di bawah Raja ada Istisari (seperti Dewan Kemakmuran Masjid). Istisari ini tugasnya menginventarisasi semua kebutuhan masjid. Lalu di bawah Istisari ada Riyasah atau pelaksana yang mengoordinir para pekerja. Dan di bawah Riyasah ada perusahaan Bin Ladin, yang menyiapkan para pekerjanya. \"Jadi saya termasuk salah satu karyawan perusahaan milik keluarga Osama Bin Ladin,\" katanya sambil tertawa. Dulu, kata Rasyid, seragam yang dikenakannya ada gambar dan tulisan Bin Ladin. Sekarang, seiring dengan ramainya masalah terorisme, gambar dan nama Bin Ladin sudah dihapus. Perusahaan keluarga Bin Ladin memang yang mengelola semua masjid-masjid bersejarah di Tanah Arab. Selain Masjidil Haram Makkah, ada Masjid Nabawi Madinah, Masjid Quba, Masjidil Aqsa dan masjid-masjid yang biasa dijadikan tempat miqot (start) untuk melakukan ibadah haji atau umrah, seperti Masjid Bir Ali, Masjid Jaronah dan Masjid Tan\'im. Pekerja Bin Ladin yang mengurusi masjid mengenakan seragam yang berbeda warna, sesuai dengan tugas-tugasnya. Warna hijau (cleaning service), biru (mekanik), hitam (bengkel/perbaikan peralatan), abu-abu (bagian listrik), cokelat tua (perbaikan bangunan/tukang) dan cokelat muda (yang mendistribusikan air zam-zam). \"Jadi, kalau cari saya di Masjidil Haram, cari yang seragamnya biru,\" ujarnya. Setelah musim haji tahun ini, Rasyid berencana pulang kampung. Ia mengaku sudah sangat rindu dengan keluarganya. Mungkin karena ia sudah bertemu saya yang menceritakan keadaan di desanya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: